Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Malang mengirimkan Dr. R Reza Hudiyanto, M.Hum Dosen Jurusan Sejarah sebagai delegasi dalam Seminar Nasional dengan tema Mempertimbangkan Buku-Buku Acuan Sejarah Indonesia, Meninjau Historiografi Mutakhir Indonesia. Acara ini diselenggarakan pada tanggal 13-14 Mei 2016 di Kampus Tamalanrea Universitas Hasanuddin Makasar Sulawesi Selatan. Dalam acara tersebut Dr. R Reza Hudiyanto mempresentasikan artikel dengan judul Menguasai “Tanah” Jajahan. Perkembangan Penguasaan Tanah di Kota  Yogyakarta dan Malang 1917-1950. Seminar ini dihadiri oleh berbagai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta dari Aceh, Medan, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Kendari, Makassar, Malang, Ternate dan Manado.

Sesi pertama membahas tentang pemahaman historiografi yang dianggap terlalu mengedepankan aspek nasional dan mengabaikan lokalitas. Presenter pada sesi ini adalah Anzar Abdullah, Burhaman, Margriet M Lappia, Yudi Prasetyo dan Rasyid Asba.  Salah satu peresenter membawakan isu sejarah Sulawesi Barat. Seminar Sesi kedua membahas tentang Sejarah Agraria dan Sejarah Maritim. Presenter dalam kegiatan ini berasal dari Makassar, Yogyakarta, Sidoarjo dan Malang yaitu M Nazir Salim,  Bambang Sulistyo dan Mohammad Bahar Akkase Teng. Beberapa isu agrarian yang muncul di sesi ini antara lain isu Sultan yang akan menarik kembali hak kepemilikan tanah di wilayah Gunung Kidul, isu poros maritim dengan Makassar sebagai pusat dan isu hak kepemilikan pabrik gula Takallar. Kegiatan dilanjutkan dengan Rapat Kerja Perhimpunan Prodi Sejarah se Indonesia (PPSI) yang dipimpin oleh ketua Ibu Linda dari Universitas Indonesia.  Kegiatan ini memutuskan bahwa pertemuan selanjutnya akan diadakan pada bulan November 2016.

Presentasi Artikel oleh Dr. R Reza Hudiyanto, M.Hum

Rapat Kerja Perhimpunan Prodi Sejarah se Indonesia (PPSI)

Acara berikutnya adalah ceramah ilmiah dari Dirjen Kebudayaan dan Pendidikan, Dr. Hilmar Farid di Aula Fakultas Ilmu Budaya Prof Matuladda. Berikut ini adalah deskripsi singkat ceramah dari Hilmar Farid: Kondisi terakhi ini kepentingan sejarah tergerus oleh kepentingan ekonomis. Pertanyaan yang selalu ditujukan aadlah apa gunanya kita belajar sejarah? Studi humaniora sering memaksakan diri agar relevan sehinga mengorbankan jatidiri ilmu itu sendiri. Sebagai contoh, supaya sejarawan kontekstual dia menulis  “korupsi dalam perpstif sejarah”. Semtnara itu terjadi tren ketika sejarah mulai dirasakan manfaatnya ketika untuk pemekaran wilayah. Permasalahan kita adalah bagaimana supaya sejarah itu bisa mengikuti dengan jaman yang telah begitu cepat berkembang,

Problem sekarang adalah siklus pengetahuan kebijakan (Knowledge policy cycle), banyak kebijakan yang tidak berbasis pengetahuan, pengetahuan tidak dipakai dalam kebijakan apalagi pengetahuan sejarah bahkan kebijakan dibuat berdasar pengetahuan, apalagi pengetahuan sejarah bahkan kebijakan didasari pengetahuan yang keliru tentang sejarah.

Poros maritime, sea silk road, membayangkan koneksi antara titik titk yang tersebar. Indonesia akan lebih kuat jika lebih banyak pelabunan dan kapal. Konsep laut sebagi penghubung benar benar menghilang. Ini dibuktikan  ktika lebaran orang rela berjam jam di jalan, bahkan mati di jalan karena kecelakaan laulintas. Namun disisi lain kapal tidak laku. Sekarang orang tidak lagi berpikir pergi dari Jakarta ke Semarang lewat laut. Sejrah sekarang harus mengembangkan kesadaran tentang ruang, bukan lagi tentang waktu karena ke depan sejarah akan menjadi studi yang mempertinbangkan ruang, space dan localitas. Tema laut, teluk,  selatm ngarai dan alam menjadi tren yang dapat membuat sejarah relevan dengan kebutuhan sekarang. Dan cara orang mamahami ruang menjadi sangat strtegis karena ini juga berkontribusi terhadap pembentukan karekteristik dan penguatan Nilai identitas lokal.

Kegiatan terakhir adalah kunjung Situs. Situs pertama yang dikunjungi adalah benteng Sombo Apu, Kabupaten Goa. Benteng yang dibangun pada abad ke-16 ini merupakan contoh akulturasi budaya local dengan portugis. Benteng ini menghadap ke laut dan dikelilingi sungai. Sungai ini merupakan pertahanan alam Sultan Hasanuddin dalam menghadapi Armada VOC pimpinan Cornelius Janszoon Speelman. Di sekitar benteng juga terdapat rumah adat Luwu, Bulukumba, Goa, dan Toraja.

Dr. R Reza Hudiyanto, M.Hum mengikuti kegiatan kunjung situs