PENGENDALIAN KESEIMBANGAN AIR TANAH DI KOTA

DENGAN PENDEKATAN GEOGRAFI

Bismillahirrahmaanirrahiim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yang saya hormati:

Rektor/Ketua Senat Universitas Negeri Malang
Para Guru Besar dan Anggota Senat UM
Para Pimpinan Universitas, Fakultas, Lembaga, dan Jurusan di dalam dan luar Lingkungan UM
Para Civitas Akademika UM, khususnya sejawat dosen, karyawan, dan mahasiswa Geografi UM
Para tamu undangan, hadirin dan hadirot yang kami muliakan.

Hadirin sekalian yang saya muliakan,

Pada kesempatan yang berbahagia ini ijinkan saya mengucap rasa syukur yang mendalam kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat yang telah dilimpahkanNya kepada kita semua, terutama kepada kami sekeluarga, sehingga kita dapat berkumpul di tempat yang agung dan nyaman ini dalam keadaan sehat wal afiat.

Tak lupa shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman, amien.

Hadirin sekalian yang saya hormati,

Geografi merupakan ilmu yang mengkaji dua aspek sekaligus yaitu bumi secara fisik dan manusia yang ada di dalamnya (Parker and Parker, 1985). Aspek fisik bumi terdiri dari atmosfer, lithosfer, hidrosfer, dan biosfer (Strahler and Strahler, 1984), sedangkan aspek manusia disebut antroposfer meliputi kehidupan sosial, ekonomi, dan politik (Dear and Wolch, 1989). Di dalam kajian geografi faktor terpenting adalah interelasi komponen fisik bumi dengan manusia (Sumaatmadja, 1988). Ilmu geografi dikembangkan berdasarkan realitas bahwa aspek fisik bumi tidak dapat lepas dari kepentingan manusia, dan manusia tidak dapat mengabaikan kondisi fisik bumi. Geografi memandang bahwa mengkaji aspek fisik bumi tanpa melibatkan manusia akan kurang bermakna, karena hasil kajian fisik bumi tidak akan memberi arti pada kehidupan manusia; sebaliknya mengkaji aspek manusia tanpa menyertakan kondisi fisik bumi jelas tidak sesuai dengan realita, karena akan membuat manusia tidak peduli dan bersikap semena-mena terhadap bumi. Bahkan, Strahler dan Strahler (1984) serta Parker dan Parker (1985) dalam mengkaji kenampakan alam, dia tetap memandang bagaimana alam mempengaruhi aktivitas manusia, dan bagaimana aktivitas manusia berdampak pada lingkungan alam. Geografi mengembangkan kajian yang berimbang antara aspek fisik bumi dan aspek manusia.

Dalam memandang hubungan fisik bumi dan manusia, geografi mengenal dua aliran yaitu (1) aliran possibilisme dengan tokoh geograf Perancis bernama Paul Vidal De La Blache, yang meletakkan manusia pada posisi sentral dan manusia berperan sebagai fihak yang mempengaruhi bumi, sehingga manusia dapat merubah dan menentukan kondisi bumi, dan (2) aliran fisis determinis dengan tokoh geograf Amerika bernama Ellsworth Huntington, yang meletakkan fisik bumi pada posisi sentral, dan manusia berada pada posisi dipengaruhi oleh bumi; dalam hal ini bumilah yang mempengaruhi dan menentukan kehidupan manusia (Bintarto, 1988).

Gambar 1. Manusia mempengaruhi bumi

Gambar 1. Manusia mempengaruhi bumi

Gambar 2. Bumi mempengaruhi manusia

Gambar 2. Bumi mempengaruhi manusia

Fenomena di lapang menunjukkan bahwa kedua aliran tersebut memang sesuai dengan fakta yang sesungguhnya. Sebagai contoh, banjir sebagai suatu fenomena alam akan berpengaruh buruk pada kehidupan manusia karena menimbulkan bencana; namun demikian sebenarnya fenomena banjir tersebut terjadi sebagai akibat perbuatan manusia. Perilaku manusia yang menebang hutan dan melakukan alih fungsi lahan secara membabi buta di kawasan hulu, berdampak pada tingginya proporsi air hujan yang menjadi aliran permukaan sehingga mengakibatkan banjir di kawasan hilir.

Dalam pandangan ilmu geografi kedua aliran tersebut dapat diterima karena realitas di lapang benar-benar menunjukkan fenomena seperti itu, sehingga dalam kajiannya geografi tidak dapat mengabaikan salah satu komponen baik aspek fisik bumi maupun aspek manusia. Hal inilah yang melandasi mengapa geografi sangat cocok dimasukkan ke dalam kelompok ilmu sosial, dan sesuai pula dimasukkan dalam kelompok ilmu pengetahuan alam. Menurut Sumaatmadja (1988) dan Daldjoeni (1996) geografi memiliki karakter interdisipliner yang menjembatani kelompok ilmu-ilmu alamiah (natural sciences) dengan kelompok ilmu-ilmu sosial (social sciences), sehingga bagi geografi bukan merupakan masalah dalam menelaah masalah kehidupan yang bersifat multiaspek dan multidimensional.

Berdasarkan uraian tersebut maka ruang lingkup geografi tak dapat dilepaskan dari aspek alamiah dan insaniah sebagai obyek studinya. Parker dan Parker (1985) secara tegas menyebut bahwa kenampakan geografi itu meliputi kenampakan alam dan budaya Kedua aspek ini diungkapkan dalam ruang berdasarkan prinsip-prinsip distribusi, relasi, dan korologi (Sumaatmadja, 1988). Prinsip relasi diterapkan untuk menganalisis hubungan antara manusia dengan alam lingkungannya, sehingga dapat mengungkapkan perbedaan fenomena dan penyebaran dalam ruang. Geografi dengan prinsip relasi, distribusi, dan korologi dapat mengungkap karakteristik setiap wilayah, sehingga dapat teridentifikasi kawasan-kawasan yang berbeda satu sama lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Hartshorne yang menyatakan bahwa sasaran utama studi Geografi adalah perbedaan fenomena di berbagai wilayah bumi, dan dipertegas oleh Ackerman yang berpendappat bahwa analisis perbedaan ruang di permukaan bumi merupakan pendekatan azasi geografi (Daldjoeni, 1996).

Sebagai sebuah ilmu, pada hakekatnya geografi mengkaji hubungan keruangan gejala-gejala dinamis aspek permukaan bumi pada areal tertentu, yang memiliki nilai berharga bagi kepentingan hidup manusia. Geografi melihat seluruh fenomena dalam ruang, dengan memperhatikan secara mendalam setiap aspek yang menjadi komponen tersebut. Geografi sebagai satu kesatuan studi (unified geography), melihat satu kesatuan komponen alamiah dan komponen insaniah pada ruang tertentu di permukaan bumi, dengan mengkaji faktor alam dan faktor manusia yang membentuk integrasi keruangan di wilayah yang bersangkutan. Gelaja – interelasi — interaksi – integrasi keruangan menjadi hakekat kerangka kerja utama dalam studi geografi.

Hadirin sekalian yang berbahagia,

Sesuai dengan jabatan guru besar saya di bidang geografi fisik, maka pada pidato pengukuhan ini, ijinkan saya mengulas salah satu komponen penting geografi fisik yaitu air (hidrosfer), khususnya tentang air tanah di perkotaan, yang kami tinjau dari perspektif geografi. Masalah air tanah di kota menarik saya kemukakan karena sumber daya air yang sangat dibutuhkan manusia ini kondisinya semakin hari semakin mengkhawatirkan. Secara kuantitas dari hari ke hari jumlah ketersediaannya semakin menyusut, dan secara kualitas semakin lama kondisinya semakin memburuk. Kajian air tanah dari sisi geografi tentu merupakan sumbang sih penting ilmu geografi dalam membantu menyelesaikan masalah air tanah di dalam kehidupan masyarakat.

Air tanah di kota merupakan salah satu sumberdaya alam terpenting, karena sampai saat ini air tanah masih menjadi sumber utama dalam pemenuhan kebutuhan air bersih penduduk kota. Menurut Suripin (2002) ketergantungan sebagian besar penduduk kota pada air tanah tidak dapat dihindari, terbukti 60% penduduk Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada air tanah (KLH, 1991). Sebagai bandingan, di negara adi daya seperti Amerika Serikat pun 50% kebutuhan air penduduk masih dipenuhi oleh air tanah (Kodoatie, 1995). Oleh karena air tanah di daerah perkotaan dimanfaatkan untuk memenuhi berbagai keperluan mulai domestik, industri, sampai irigasi (Kodoatie, 1995; Suwarno, 1996), maka jelas bahwa air tanah memiliki peran penting dalam mendukung kehidupan penduduk kota.

Tak dapat dipungkiri bahwa sesungguhnya air tanah merupakan berkah Robbi Ilahi yang tak ternilai. sumber air ini mudah didapat, murah, dan secara geografis di setiap kawasan memiliki sebaran relatif merata dibanding jenis sumber air lain; bahkan keberadaan air tanah sangat dekat dengan tempat tinggal penduduk. Oleh karena itu wajar jika air tanah difungsikan oleh penduduk sebagai sumber utama penyediaan air bersih di kota. Realitas ini benar-benar sangat meringankan beban pemerintah, karena dalam penyediaan air bersih bagi penduduk, pemerintah tidak perlu mengeluarkan dana yang terlampau besar untuk kepentingan pembangunan infrastruktur pengadaan air bersih. Penduduk kota dapat dengan mudah memenuhi kebutuhan airnya dengan cara mengambil air yang berada di bawah tempat tinggalnya.

Pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih cukup tepat karena air tanah selain ketersediaan cukup melimpah, juga memiliki kelebihan dibanding sumber air lain. Air tanah relatif memiliki kualitas lebih baik dan lebih aman dibanding sumberdaya air lain seperti air sungai. Menurut Amri (2005) dari 5.860 sungai yang tersebar di Indonesia, hanya 25% saja yang masih bisa diandalkan sebagai sumber air bersih layak konsumsi, itupun sebagian besar berada di kawasan Indonesia Timur terutama Papua. Sementara itu sumber air lain kondisinya juga kurang menggembirakan, misalnya sumber air mata air sekarang jumlahnya juga semakin terbatas, bahkan sebagian besar mata air sudah padam sebagai akibat terjadinya kerusakan hutan di daerah umpan (recharge area). Berdasarkan realitas tersebut, maka belakangan ini PDAM dalam mencari sumber-sumber air baru banyak memanfaatkan air tanah, terutama air tanah dalam.

Hadirin sekalian yang saya muliakan,

Akhir-akhir ini kebutuhan penduduk akan air bersih cenderung semakin meningkat. Peningkatan kebutuhan air bersih di daerah perkotaan terutama disebabkan oleh faktor pertumbuhan penduduk dan perkembangan sosial budaya masyarakat. Pertumbuhan penduduk mengakibatkan jumlah pengguna air semakin bertambah banyak, sedangkan perkembangan sosial budaya mengakibatkan jumlah kebutuhan air per-kapita semakin meningkat. Dengan demikian pada kota yang telah berkembang dan semakin modern, maka kebutuhan air bersih akan semakin besar.

Peningkatan jumlah kebutuhan air bersih berdampak pada meningkatnya eksploitasi air tanah di kota. Eksploitasi air tanah dilakukan baik pada air tanah bebas/dangkal maupun air tanah tertekan/dalam. Secara tidak langsung eksploitasi air tanah terjadi karena tingginya permintaan sebagai akibat pertumbuhan penduduk dan peningkatan aktivitas penduduk di kota (Todd, 1980). Pertumbuhan penduduk meningkatkan jumlah kebutuhan air, dan pada gilirannya akan meningkatkan besarnya eksploitasi air tanah. Ekspoitasi air tanah secara besar-besaran dan terus-menerus tidak dapat dihindarkan, bahkan hal ini akan terus berlangsung seiring dengan banyaknya jumlah dan ragam pemanfaatan air tanah di kota. Konig (2002) berpendapat bahwa semakin besar suatu kota akan semakin besar jumlah air tanah yang dieksploitasi.

Eksploitasi air tanah yang semakin meningkat dapat mengancam keberadaan air tanah di daerah perkotaan. Hal tersebut terjadi karena eksploitasi air tanah yang dilakukan secara terus-menerus dan kurang memperhatikan upaya pengembaliannya telah mengganggu keberadaan air tanah di Kota (Konig, 2002). Secara tegas Todd (1980) menyatakan bahwa meningkatnya ekploitasi air tanah dapat menurunkan jumlah cadangan air tanah, dan pada gilirannya akan menganggu keseimbangan air tanah di kota. Fenomena yang menjadi kekhawatiran bersama tersebut saat ini benar-benar telah terjadi di kota-kota di Indonesia. Jika hal ini terus berlangsung, maka dapat dipastikan bahwa di masa mendatang penduduk kota akan semakin sulit dalam mendapatkan air bersih.

Hadirin sekalian yang saya hormati,

Saat ini, air tanah sebagai sumber utama pemenuhan kebutuhan air bersih di kota kondisinya semakin mengakhawatirkan. Fenomena yang belakangan muncul dan senantiasa menjadi berita hangat di berbagai media, seperti kelebihan air (too much) yang menimbulkan banjir di musim penghujan dan kekurangan air (too little) di musim kemarau yang mengakibatkan kekeringan, tampaknya sangat terkait dengan keberadaan air tanah di kota. Fenomena hidrologi tersebut mengindikasikan bahwa keseimbangan air (water balance) di perkotaan telah mulai mengalami gangguan. Dalam hal ini, adanya peristiwa banjir sebenarnya menunjukkan bahwa sebagian besar air hujan yang jatuh telah menjadi aliran permukaan (overland flow), dan hanya sebagain kecil saja yang tertahan dan meresap ke dalam tanah. Air hujan yang semestinya lebih banyak tertahan dan meresap ke dalam tanah, kenyataannya justru berubah menjadi aliran permukaan. Proporsi air hujan yang menjadi limpasan permukaan sudah semakin jauh melampaui batasan limpasan ideal pada lahan alami yang sebesar 10%; demikian juga proporsi air hujan yang meresap ke dalam tanah semakin jauh di bawah resapan lahan alami yang sebesar 50% (Duluth Stream, 2004). Kondisi seperti ini pada gilirannya mengakibatkan penurunan jumlah cadangan air tanah di kota.

Penurunan cadangan air tanah dapat mengganggu keseimbangan air tanah di kota. Hal itu disebabkan eksploitasi air tanah di kota yang kurang memperhatikan keseimbangan antara jumlah pengambilan dan pengisian kembali, dapat mengakibatkan berkurangnya cadangan air tanah di kota, yang ditunjukkan oleh semakin menurunnya tinggi muka air tanah. Menurut Todd (1980) kondisi yang merusak keseimbangan air tanah yaitu: (1) menurunnya umpan air ke dalam tanah sebagai akibat penutupan permukaan tanah dan pembuangan air hujan berlebihan melalui saluran drainase, dan (2) meningkatnya debit eksploitasi air tanah yang dilakukan dengan sumur pompa. Sebagai contoh, akibat pengambilan air tanah yang berlebihan maka permukaan air tanah di Kota Jakarta mengalami penurunan sebesar 1,5—3,34 meter, Kota Bandung mengalami penurunan 1—2 meter, dan Kota Yogyakarta dalam kurun waktu 25 tahun terakhir mengalami penurunan sampai 6 meter (Suripin, 2002). Fenomena seperti ini terjadi hampir di semua kota di Indonesia terutama yang telah mengalami pertumbuhan cepat.

Gangguan keseimbangan air tanah akan berdampak pada menurunnya kemampuan air tanah dalam menyangga kehidupan penduduk kota. Hal ini karena meningkatnya ekploitasi air tanah dapat menurunkan jumlah cadangan air tanah di Kota (Todd, 1980). Oleh karena kebutuhan air senantiasa mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan perubahan sosial budaya di kota, maka pada umumnya semakin besar suatu kota akan semakin semankin besar eksploitasi air tanah, sehingga penduduk akan cenderung semakin sulit dalam mendapatkan air bersih (Konig, 2002).

Hadirin sekalian yang berbahagia,

Masalah pokok dalam kajian air tanah di kota adalah bagaimana cara mempertahankan kondisi air tanah sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Sehubungan dengan itu maka eksploitasi air tanah harus memperhatikan banyaknya air yang boleh diambil dari suatu kawasan. Jumlah air ini disebut hasil aman (safe yield) yaitu air yang dapat diambil untuk memenuhi kebutuhan manusia tanpa mengurangi persediaannya sampai batas tertentu. Hasil aman harus dianggap sebagai suatu jumlah yang ditetapkan sebagai perangkat kontrol. Hasil aman air tanah ditentukan oleh banyak faktor, dan salah satu faktor terpenting adalah batasan hidrologi yang berupa jumlah air yang tersedia (Linsley et al., 1996). Sehubungan dengan itu Kodoatie (1995) menyatakan bahwa karena potensi air tanah di kota jumlahnya sangat terbatas, maka air tanah harus dikelola dengan memperhatikan prinsip-prinsip keseimbangan air (Kodoatie, 1995). Keseimbangan air tanah dapat tercapai apabila jumlah pengambilan air tanah selalu lebih kecil dibanding pengisian kembali air tanah dari daerah resapan (Suripin, 2002). Apabila jumlah pengambilan air tanah jauh lebih besar dari pengisiannya, maka akan menyebabkan terjadinya penurunan muka air tanah secara permanen.

Sebenarnya terjadinya penyusutan sumberdaya air tanah tidak terlepas dari masalah utama kota yaitu masalah perubahan tata guna lahan yang umumnya berlangsung sangat cepat dan cenderung kurang terkendali. Perubahan tata guna lahan yang buruk tersebut disebabkan oleh implementasi rencana tata ruang kota yang umumnya banyak melenceng dari ketetapan yang tertuang dalam RTRW. Tak dapat dipungkiri bahwa RTRW sebagai penjabaran UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang masih bersifat sektoral dan belum memuat materi sebagaimana yang dimaksud oleh UUPR tersebut, sehingga RTRW tidak dapat dipedomani dan dilaksanakan secara operasional. Dengan demikian kelemahan tata ruang kota terjadi selain pada tataran konsep rencana (RTRW), juga pada tataran implementasi. Dalam kaitannya dengan tata guna lahan, tampaknya konsep kota ekologis yang menjadi cita-cita seluruh masyakarat kota cenderung terlupakan, sedangkan pada tataran implementasi kendala utama yang sering timbul dalam penataan kota di Indonesia adalah terjadinya benturan antara kepentingan publik dan ekonomi. Tak sedikit rencana tata ruang hijau sebuah kota dikalahkan oleh kepentingan bisnis; dan tidak jarang pula demi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), penataan lingkungan sering diterabas demi kepentingan bisnis.

Sebagai akibat adanya berbagai penyimpangan tersebut, maka perkembangan tata guna lahan kota menjadi kurang terkendali. Untuk menghasilkan kota yang ideal perlu adanya perencanaan tata ruang yang baik dan implementasi tata ruang yang terkendali. Selama ini rencana tata guna lahan yang merupakan titik pusat dari semua rencana menyeluruh dan menjadi tali pengikat unsur-unsur terkait lain, seringkali kurang mendapat penanganan yang semestinya. Padahal, rencana tata guna lahan merupakan kunci pengarah bagi pembangunan kota dan menjadi kerangka dasar bagi berbagai aspek termasuk penyediaan ruang terbuka (Roberts, 1988). Sementara itu dalam tahap implementasi seperti dalam hal pengawasan, perijinan, dan penertiban seringkali berjalan kurang terkendali. Sebagai pedoman pengendalian tata guna lahan seyogyanya penguasaan hak atas tanah menggunakan hukum perdata, tetapi untuk penggunaan tanah berlaku hukum publik, artinya orang boleh menguasai tanah, tetapi penggunaannya harus sesuai dengan peruntukan yang telah ditetapkan dalam RTRW.

Perubahan tata guna lahan di kota yang berlangsung cepat telah berdampak pada berkurangnya luas lahan terbuka dan tertutupnya lubang/pori sebagai jalan masuknya air hujan ke dalam tanah, sehingga menurunkan kapasitas resapan air hujan. Hal ini terjadi karena konversi lahan terbuka menjadi lahan terbangun telah menghalangi masuknya air ke dalam tanah, sehingga menurunkan resapan air hujan dan meningkatkan limpasan permukaan (Anonymous, 2001). Perubahan tata guna lahan dapat mengubah sifat biofisik tanah menjadi lebih buruk (Sullivan, 2002), padahal masuknya air hujan ke dalam tanah tergantung pada kondisi biofisik permukaan tanah (Asdak, 2002).

Penurunan resapan air hujan terjadi karena perubahan tata guna lahan telah terjadi di banyak kota-kota besar di Indonesia. Sebagai contoh, pada tahun 1990 nilai koefisien resapan beberapa kota di Jawa Barat sudah sangat rendah, yaitu Kota Bandung sebesar 17 %, Bogor sebesar 17,3 %, dan Tangerang sebesar 15 % (Asdak, 2002). Bahkan, menurut Wirakusumah (2006) saat ini jika di Kota Bandung turun hujan hanya sekitar 5% air hujan yang meresap ke dalam tanah, sedangkan sisanya melimpas ke jalanan dan sungai. Kondisi hidrologi kota seperti ini jelas tidak bisa dibiarkan, tetapi harus dicarikan jalan keluarnya agar tidak terus berkembang kearah yang lebih buruk dan mengancam kehidupan penduduk kota.

Hadirin sekalian yang saya muliakan,

Terkait dengan masalah tata guna lahan, sebenarnya semua pemerintah daerah di Indonesia telah memiliki kebijakan untuk mempertahankan komposisi tata guna lahannya. Sebagai contoh, kebijakan tata guna lahan di Kota Malang menyatakan bahwa walaupun lahan yang ada di kawasan perkotaan dapat dialihfungsikan untuk kegiatan perkotaan yang berorientasi pada sektor non-pertanian, tetapi kawasan perkotaan tetap menyediakan ruang terbuka hijau (RTH) untuk menjaga keseimbangan ekologi kota (BAPEDALDA Kota Malang, 2002). Dalam hal ini kegiatan pembangunan fisik kota harus sesuai dengan prinsip keseimbangan ekologi perkotaan, sehingga Kota Malang harus menyediakan RTH yang cukup sesuai dengan standar kebutuhan ruang yang ada (BAPPEDA Kota Malang, 2001).

Kebijakan konkrit tentang RTH yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Malang sampai tahun 2010 adalah: (1) Untuk jalur hijau di jalan utama, RTH difungsikan sebagai paru-paru kota dan menjaga estetika, (2) Untuk kawasan konservasi di bantaran sungai, RTH difungsikan sebagai taman kota, pengendali erosi, dan peresapan air, (3) Untuk kawasan tangkapan hujan, RTH difungsikan sebagai daerah resapan air, (4) Untuk lapangan olah raga, RTH difungsikan sebagai tempat olah raga, taman kota, dan resapan air, (5) Untuk area makam, RTH difungsikan sebagai fasilitas umum, hutan kota, dan resapan air, (6) Pembuatan taman-taman kota harus dikaitkan dengan program pemasyarakat Malang Kota Bunga, (7) Pembuatan kawasan penyangga antara kawasan industri dan permukiman, (8) Pengembangan lapangan olah raga terbuka di setiap unit lingkungan permukiman, (9) Pengembangan kawasan olah raga seperti velodrom, jogging track, sepatu roda dan stadion sebagai sport centre baik secara terbuka maupun tertutup, (10) Untuk kawasan yang memiliki lahan cukup luas seperti Unibraw, UM, dan APP dikembangkan RTH yang ramah lingkungan dan dapat difungsikan pula sebagai obyek wisata lingkungan dan pendidikan lingkungan, (11) Untuk RTH yang sekarang masih ada harus tetap dipertahankan dan dihindarkan dari peralihan fungsi untuk pemanfaatan lain. RTRW tentang RTH ini sebenarnya cukup baik, tetapi untuk menguji apakah secara hidrologi juga dapat berfungsi dalam pengendalian air tanah di kota, tampaknya masih perlu kajian secara mendalam.

Hadirin sekalian yang kami hormati,

Untuk menanggulangi masalah air tanah di kota, berbagai riset telah banyak dilakukan oleh para ahli hidrologi, tetapi kenyataannya sampai saat ini masalah air tanah di kota belum menemukan solusi yang jitu. Penyebabnya, mungkin model yang ditemukan sangat baik, tetapi seringkali kurang realistis sehingga sulit diterapkan di lapang. Atau mungkin model sudah baik dan cukup realistis, tetapi karena tidak sinkron dengan program pemerintah daerah, terutama dengan rencana tata guna lahan dalam RTRW kota, maka model penanggulangan sebagai hasil penelitian terpaksa tidak bisa dijalankan. Atau model cukup baik dan pemerintah daerah siap melaksanakan, tetapi masyarakat kurang mendukung karena dianggap merugikan/kurang memberi manfaat langsung pada mereka, maka model terpaksa tidak dapat dijalankan. Padahal, jika model tidak segera direalisasikan, masalah akan semakin rumit karena perubahan tata guna lahan terus berjalan dan tidak dapat dihentikan, sehingga semakin lama akan semakin sulit diimplementasikan.

Pada dasarnya penyusutan cadangan air tanah di kota hanya dapat ditanggulangi dengan cara pengimbuhan air buatan. Pengimbuhan tanah buatan merupakan upaya meningkatkan masuknya air permukaan ke dalam formasi air tanah dengan cara-cara tertentu (Todd, 1980). Banyak cara yang telah dikembangkan misalnya dengan penghijauan, pembuatan daerah retensi banjir, sistem sumur suntikan, sumur resapan, dan sebagainya (Winanti, 1996). Upaya pengimbuhan air tanah tersebut secara tradisional telah lama dilakukan oleh masyarakat Indonesia yaitu dengan cara membuat lubang-lubang galian di kebun halaman serta memanfaatkan sumur-sumur yang tidak terpakai sebagai penampung air telah banyak dilakukan oleh nenek moyang kita (Suripin, 2002).

Teknik pengimbuhan air tanah dapat menggunakan air permukaan (sungai dan danau), tetapi pengimbuhan air tanah menggunakan air sungai cukup beresiko, karena saat ini sungai yang ada di kota umumnya telah mengalami pencemaran berat, sehingga dikhawatirkan air tanah yang dihasilkan sudah tercemar. Sehubungan dengan itu sumberdaya air potensial di kota yang dapat dimanfaatkan untuk pengimbuhan air tanah adalah air hujan, karena air hujan mempunyai kelebihan yaitu dapat diperbaharui, mudah diperoleh, murah, dan relatif dapat terhindar dari pencemaran (Konig, 2002).

Upaya pengimbuhan air tanah buatan harus mempertimbangkan faktor kondisi fisik lahan. Menurut Todd (1980) pemilihan metode pengimbuhan air tanah ditentukan oleh faktor topografi, geologi, dan kondisi tanah. Lebih teknis Linsley et al. (1996) menyatakan bahwa bila transmisibilitas tanah tidak menjadi masalah, maka pengimbuhan air dapat dilakukan dengan cara memasukkan air ke dalam akifer secara buatan. Beberapa metode yang dapat diterapkan untuk pengimbuhan air tanah buatan antara lain: (1) Menyimpan air banjir dalam reservoir yang dibangun di atas daerah yang permeabel, (2) Mengalirkan air sungai ke daerah yang tanahnya sangat permeabel, (3) Menggali cekungan imbuhan sampai mencapai formasi yang permeabel, (4) Memompa air melalui sumur imbuhan ke dalam akifer, (5) Memberi air irigasi berlebih pada daerah yang sangat permeabel, dan (6) Membangun sumur-sumur dekat sungai untuk meningkatkan perkolasi air sungai (Linsley et al., 1996). Sebagai gambaran, contoh beberapa teknik pengimbuhan air tanah buatan yang pernah diterapkan di California dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Distribusi Proyek Umpan Air Tanah Buatan di California (Todd, 1980).

No

Metode

Jumlah Proyek (%)

Jumlah Umpan Air(%)

1

2

3

4

5

6

Basin (Danau Buatan)

Stream channel (Sungai terbuka)

Ditch and furrow (Selokan, parit)

Pit (Lubang galian)

Well (sumur resapan)

Flooding (luapan air)

54

15

8

7

12

4

58,4

29,5

9,4

1,3

1,0

0,4

Jumlah

100

100,0

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa proyek umpan air tanah yang banyak dikembangkan dan memberikan sumbangan umpan terbesar adalah danau buatan dengan sumbangan 58,4%. Metode umpan melalui alur sungai juga memberi sumbangan cukup besar yaitu 29,5%. Sedangkan metode sumur resapan dengan jumlah proyek 12% memberi sumbangan umpan 1,0%. Pada masalah air tanah di kota-kota di Indonesia, walaupun telah banyak cara dilakukan untuk pengimbuhan air tanah, tetapi cara-cara untuk meresapkan air hujan perlu dicari dan terus dikembangkan (Winanti, 1996).

Hadirin sekalian yang berbahagia,

Masalah air tanah di kota dapat terselesaikan jika kita dapat mengelola air hujan secara sistematis. Dari total air hujan jatuh harus diupayakan hanya 10% saja (sesuai kriteria lahan alami) yang menjadi aliran permukaan; atau dapat lebih ekstrem dipakai pathokan aliran permukaan 0% (zero overland flow). Secara teknik upaya pengendalian air tanah dapat dilakukan dengan cara meningkatkan resapan air melalui pengelolaan lahan terbuka yang masih ada dan rekayasa pengimbuhan air tanah buatan dengan sumur resapan. Pengendalian air tanah akan efektif jika dilakukan dengan mempertimbangkan faktor ruang yang mencakup kondisi dan sebaran keruangan. Menurut hemat kami, kekurangberhasilan dalam pengendalian air tanah di kota karena model yang ditawarkan belum mencakup analisis keruangannya.

Pengendalian keseimbangan air tanah sangat efektif jika dilakukan dengan menggunakan pendekatan geografi. Geografi memiliki tiga (3) macam pendekatan yang menjadi ciri khas dan kekuatan dalam menganalisi masalah di suatu wilayah, yaitu pendekatan keruangan, pendekatan kelingkungan, dan pendekatan kewilayahan. Adapun karakteristik dan aplikasi masing-masing pendekatan untuk pengendalian air tanah di kota adalah:

(1) Pendekatan Keruangan

Pendekatan keruangan dapat diimplementasikan dalam bentuk analisis keruangan guna mempelajari perbedaan lokasi mengenai sifat-sifat penting ruang yang bersangkutan. Dalam analisis keruangan diperhatikan aspek penyebaran penggunaan ruang yang telah ada dan penyediaan ruang yang akan digunakan untuk berbagai kegunaan yang dirancangkan. Dalam kaitannya dengan masalah pengendalian air tanah di kota, maka lokasi RTH sebagai areal resapan air diidentifikasi terlebih dahulu guna menentukan bagian wilayah RTH mana yang harus dipertahankan dan wilayah RTH mana yang harus ditambahkan. Jika keharusan membangun sumur resapan sebagai konsekuensi atas Perda yang telah ditetapkan Pemkot sebagai sebuah kebijakan, maka kawasan prioritas di dalam kota harus ditentukan melalui analisis keruangan. Pada prinsipnya lokasi RTH dan sumur resapan harus dipilih pada kawasan hulu dari sistem air tanah di kota. Hal ini dimaksudkan agar air tanah yang dihasilkan benar-benar dapat berfungsi sebagai penyangga kehidupan penduduk kota.

(2) Pendekatan Kelingkungan/ekologi

Bagi geografi, ekologi menyumbangkan suatu bentuk pendekatan yang dikenal sebagai pendekatan ekologi, yaitu suatu metodologi untuk mendekati, menelaah, dan menganalisis suatu gejala atau masalah dengan menerapkan konsep dan prinsip ekologi. Dalam hal ini interelasi antara manusia dan lingkungan dalam geografi didekati dengan pendekatan kelingkungan/ekologi. Aplikasi pendekatan kelingkungan pada pengendalian air tanah di kota adalah dengan merubah bentuk interelasi yang bersifat negatif menjadi interelasi positif. Pendirian bangunan rumah dan bangunan fisik lain oleh penduduk kota, secara hidrologi merupakan bentuk interelasi negatif, karena menghambat proses peresapan air sehingga mengganggu sistem keseimbangan air tanah. Sedangkan pembangunan sumur resapan dan pengadaan hutan kota, taman, dan ruang terbuka lain, secara hidrologi merupakan bentuk interelasi positif bagi lingkungan karena dapat meningkatkan umpan air ke dalam tanah. Aplikasi pendekatan kelingkungan dengan interelasi positif bukan pekerjaan mudah, karena hal itu menyangkut kesediaan penduduk untuk melaksanakan program secara suka rela. Jika program dijalankan, maka kendala sosial, ekonomi, dan psikologi benar-benar harus mendapat perhatian sungguh-sungguh. Upaya memobilisasi masyarakat untuk membuat sumur resapan dan menyediakan RTH di sekitar tempat tinggalnya perlu didahului dengan pendekatan kemanusiaan untuk menumbuhkan kesadarannya.

(3) Pendekatan Kewilayahan.

Analisis kompleks wilayah merupakan kombinasi analisis keruangan dengan analisis ekologi. Dalam pendekatan ini wilayah-wilayah yang akan dikaji didekati dengan prinsip perbedaan karakteristik wilayah (areal differentiation). Pada hakekatnya interaksi antar wilayah akan berkembang karena suatu wilayah berbeda dengan wilayah lain, sebagai akibat adanya permintaan dan penawaran antar wilayah tersebut. Dalam analisis ini diperhatikan pula tentang penyebaran fenomena tertentu (analisis keruangan) dan hubungan interaksi antara variabel manusia dan lingkungannya (analisis ekologi). Dalam hubungannya dengan analisis kompleks wilayah, ramalan wilayah (regional forecasting) dan perancangan wilayah (regional planning) merupakan aspek yang dikaji dalam analisis tersebut. Aplikasi pendekatan kewilayahan pada upaya pengendalian air tanah didasarkan pada perbedaan kondisi geografis setiap kawasan di dalam kota. Di dalam suatu kota umumnya terdiri dari beberapa kawasan yang secara hidrologis memiliki karakteristik tersendiri. Sehubungan dengan itu, maka model solusi yang dipilih tentu akan berbeda antara kawasan satu dengan lainnya. Pilihan model solusi ini hampir luput dari perhatian para pengambil kebijakan perkotaan di Indonesia.

Aplikasi pendekatan geografi tentu harus mempertimbangkan aspek teknis hidrologi. Dalam hal ini model solusi yang ditawarkan harus didasarkan pada hasil perhitungan hidrologi secara cermat, sehingga ketika dilaksanakan benar-benar model solusi dapat berfungsi sebagai pengendali keseimbangan air tanah yang handal. Dengan demikian selain faktor lokasi, faktor luas RTH, jenis tanaman, serta jumlah dan ukuran sumur resapan harus diperhitungkan secara matang.

Hadirin sekalian yang saya muliakan,

Oleh karena upaya pengendalian keseimbangan air tanah bukan hanya menjadi tugas pemerintah kota semata, tetapi juga menjadi tanggungjawab semua penduduk kota; maka pengetahuan tentang lingkungan hidup terutama yang menyangkut masalah sumberdaya air menjadi penting untuk dimasyarakatkan. Hal ini agar seluruh kalangan masyarakat kota tahu dan faham tentang masalah bersama tersebut, sehingga ketika pemkot melaksanakan program perbaikan lingkungan, mereka tidak bersikap apriori dan menolak program tersebut, tetapi sebaliknya mereka bisa memahami dan menyadari pentingnya program, dan pada gilirannya dapat memberikan dukungan penuh terhadap program pengembangan RTH dan sumur resapan yang dicanangkan pemkot.

Sehubungan dengan itu, pendidikan lingkungan khususnya materi tentang sumberdaya air penting diberikan kepada siswa sejak TK, SD, SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi. Bahkan, pendidikan lingkungan perlu diberikan melalui pendidikan non-formal bagi masyarakat umum. Hal tersebut agar masyarakat memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya menjaga sumberdaya air demi kelangsungan kehidupan penduduk kota. Pada mata pelajaran geografi di SD, SMP, dan SMA, materi tentang sumberdaya air sudah ada; Sedangkan di Perguruan Tinggi materi sumberdaya air sebagai salah satu komponen geografi fisik juga sudah diberikan, bahkan wajib muncul sebagai suatu matakuliah tersendiri. Di Jurusan Pendidikan Geografi UM, materi sumberdaya air disajikan dengan beban 3 sks (4 js) dengan judul matakuliah hidrologi/hidrografi. Selain itu pada matakuliah lain juga dibahas materi sumberdaya air yaitu matakuliah geografi lingkungan dan matakuliah konservasi tanah dan air.

Berdasarkan realitas tersebut, maka sudah selayaknya jika pendidikan geografi dikatakan sangat sejalan bahkan identik dengan pendidikan lingkungan. Kurikulum pendidikan geografi dari SD hingga PT sudah memuat materi tentang lingkungan hidup, termasuk materi tentang sumberdaya air. Secara keilmuan geografi juga memiliki pendekatan (pendekatan kelingkungan) yang dapat diandalkan untuk mengkaji dan memecahkan berbagai masalah lingkungan. Namun demikian yang masih menjadi pekerjaan rumah bersama (para geograf) adalah bagaimana mengembangkan model pembelajaran yang efektif, sehingga pesan lingkungan dari materi yang diberikan dapat sampai pada benak (head) dan hati (heart)) anak didik, yang selanjutnya dapat mendorong mereka untuk bertindak positif (hand). Penetapan UM sebagai Learning University tentu sangat mendukung untuk mewujudkan harapan mulia tersebut.

UCAPAN TERIMAKASIH

Untuk mengakhiri pidato ini, ijinkan saya menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada berbagai fihak atas segala bantuan dan dukungannya, sehingga pada hari ini saya bisa berdiri di podium yang terhormat ini. Ucapan terimakasih secara tulus kami sampaikan kepada.

  1. Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Pendidikan Nasional yang telah memberi kepercayaan kepada saya untuk memangku jabatan guru besar dalam bidang geografi fisik.
  2. Rektor Universitas Negeri Malang dan sekaligus selaku Ketua Senat Universitas Negeri Malang yang telah membantu proses dan memberi kepercayaan kepada saya untuk memangku jabatan guru besar UM di bidang geografi fisik.
  3. Komisi Guru Besar Universitas Negeri Malang yang telah memberi persetujuan dan memproses berkas kenaikan pangkat ke jenjang Guru Besar sehingga saya dapat mencapai jenjang jabatan ini.
  4. Dekan, PD-I, PD-II, PD-III FMIPA, dan anggota senat FMIPA yang telah mendukung, memberi apresiasi, dan membantu proses pengusulan guru besar saya.
  5. Prof. Dr. Salladien, Prof. Dr. HA Fatchan, MPd, MP (Ketua Lemlit), Prof. Dr. Edy Purwanto, MPd (Ketua Jurusan Geografi), Prof. Dr. Sumarmi, M.Pd, Dr. Agus Suryantoro, MS, dan Bagus Setiabudi Wiwoho, SSi, MSi, serta seluruh kolega dosen di Jurusan Geografi yang telah banyak memberi motivasi, dorongan semangat, dan membantu proses pengusulan guru besar saya.
  6. Seluruh senior dan kolega saya di FMIPA dan FIS, khususnya kolega di Jurusan Geografi yang telah bahu membahu menciptakan iklim yang kondusif, sehingga kami merasa nyaman berada pada lingkungan yang penuh kekeluargaan ini.
  7. Seluruh pejabat struktural Universitas Negeri Malang yang telah membantu dan memproses segala urusan terkait perjalanan karir saya di UM.
  8. Para karyawan Jurusan Geografi, FMIPA, FIS, dan Universitas yang sangat banyak membantu dalam proses pengusulan guru besar saya.
  9. Prof. Ir. Wani Hadi Utomo, PhD, Prof.Dr. Ir. Zaenal Kusuma, MS, Ir. Didik Suprayogo, PhD, Prof. Dr. Suhardjono, Dipl Hidrol, MPd, Prof. Dr. Arifin, MS, dan Prof. Ir. Agus Suharyanto, PhD, selaku promotor, co-promotor, dan guru saya pada waktu menempuh program doktor di PPS Unibraw.
  10. Drs. Parjito, MP dan Dr. Bambang Warsito, MAP sebagai dosen Unikan selaku sahabat yang selalu berkenan untuk saling memberi motivasi.
  11. Seluruh guru saya sejak SD hingga S3 yang telah mendidik saya hingga berhasil mencapai jenjang akademik ini.
  12. Ibu kandung saya Ibu Kasmi, almarhum ayah saya Bapak Suwandi, dan Ibu mertua saya Ibu Sunari yang tidak pernah lelah dalam mendukung dan mendoakan setiap perjuangan hidup dan karir saya, sehingga Alloh SWT mengabulkan doa dan harapan beliau.
  13. Istriku tercinta (Retno Kinteki) dan anak-anakku tersayang (Vega, Erona, dan Zida) yang telah banyak berkorban terutama pada saat papa berjuang menjalani studi S2 dan S3, benar-benar kalian hebat dan dapat menumbuhkan motivasi serta semangat juang yang tinggi hingga selesainya studi. Insya’ Alloh pengorbanan kalian tidak sia-sia.
  14. Kakak saya yang luar biasa yaitu Mbak Utami dan Mas Sugeng Utomo, terima kasih kita telah berjuang bersama sejak tahun 1971, sehingga pertengahan tahun 1980-an keluarga kita bisa lepas dari berbagai kesulitan hidup.
  15. Saudara-saudara dari isteri saya yaitu Mbak Wiwik, Mbak Watik, Wahyu, dan Cahyo yang selalu turut mendukung dan mendoakan saya sekeluarga.
  16. Teman seperantauan dan seperjuangan Bpk. Drs. Eko Winarno terimakasih mas atas pemberian motivasinya yang tiada henti, Drs. Tiksno Widyatmoko, MA, Drs. Irawan, M.Hum, Drs. Wahyu Sakti Gunawan Irianto, M.Kom, Drs. Rudi Hartono, M.Si, Drs. Didik Taryana, M.Si, dan Drs. Risman, M.Hum terimakasih atas kebersamaannya sebagai keluarga selama 2 tahun.
  17. Dua pendekar lapangan (Purnomo dan Irul) yang telah banyak membantu saya dalam pengumpulan data lapangan selama penyusunan disertasi.
  18. Para mahasiswa S-1 dan S-2 Jurusan Geografi yang secara tidak langsung telah banyak membelajarkan saya.
  19. Dan berbagai fihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terimakasih atas kerjasama dan bantuannya.

Akhirnya, terimakasih atas kesabaran Bapak/Ibu/Sdr dalam mendengarkan pidato pengukuhan ini dan mohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan yang ada.

Wabillahi taufig wal hidayah

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

DAFTAR PUSTAKA

Amri, 2005. Ketersediaan Sumber Air Bersih Indonesia Tinggal 25%. http://kapanlagi.com.

Anonymous, 2001. Air Bawah Tanah (Groundwater). http:/www.lablink.or.id/Hidro/air-bawah-tanah.htm.

Asdak, Chay. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

BAPPEDA Kota Malang, 2001. Evaluasi/Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2001 – 2010. BAPPEDA Kota Malang.

BAPPEDALDA Kota Malang, 2002. Neraca Sumberdaya Alam Spasial Daerah Tahun 2002. Pemerintah Kota Malang.

BAPPEKO, 2005. Evaluasi dan Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang. Pemerintah Kota Malang.

Bintarto, R dan Hadisumarno, S. 1988. Metode Analisa Geografi. Jakarta: LP3ES.

Dear, M dan Wolch, J. 1989. The Power of Geography, How Territory Shapes Social Life, Unwin Hyman Inc., Winchester USA.

Duluth Stream. 2004. Moving Water Araund Duluth, Citizen and Schools Storm Water. www.Duluth Stream .Com, diakses tanggal 26 April 2006.

KLH, 1991. Kualitas Lingkungan Indonesia Tahun 1990, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta

Kodoatie, Robert J. 1995. Pengantar Hidrogeologi, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Konig, Klaus W. 2002. Air Hujan Perkotaan: Sebuah Catatan Mengenai Ekologi dan Praktik. Hal. 245—259. dalam Eko Budihardjo (ed) Kota dan Lingkungan, Pendekatan Baru Masyarakat Berwawasan Ekologi, LP3ES, Jakarta.

Linsley, Ray K., et al. 1996. Hidrologi Untuk Insinyur, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Parker, B. dan Parker, L. 1985. Geography Today, MacMillan Company of Australia PTY LTD, South Melbourne.

Roberts, Thomas H. 1988. Perencanaan Tata Guna Lahan, p. 266-291. dalam Catanase dan Snyder (ed.) Perencanaan Kota, Erlangga, Jakarta.

Sumaatmadja, Nursid. 1988. Studi Geografi , Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan. Bandung: Alumni.

Strahler, A.N. dan Strahler, A.H. 1984. Elements of Physical Geography, John Wiley & Sons, Inc., Canada.

Suripin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Penerbir Andi, Yogyakarta

Suwarno, Djoko. 1996. Drainase Berwawasan Lingkungan, Makalah disajikan dalam Konferensi Nasional Pusat Studi Lingkungan BKPSL, Tanggal 22-24 Oktober 1996 di Denpasar Bali.

Todd, David K. 1980. Groundwater Hydrology, John Willey & Son, New York.

Utaya, Sugeng. 2009. Dampak Hidrologi Perubahan Tata Guna Lahan Kota Malang, Surya Pena Gemilang, Malang.

Utaya, Sugeng. 2009. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Sifat Biofisik Tanah dan Kapasitas Infiltrasi Di Kota Malang, J. Forum Geografi, Vol. 22 No.2, hal 99-112.

Wirakusumah, Ade Djumarma. 2006. Air Tanah Bandung Susut. Makalah disajikan dalam Workshop Nasional Geologi Teknik dalam Perencanaan Tata Ruang dan Pembangunan Infrastruktur, Bandung, 14 November 2006.

Winanti, T. 1996. Pekarangan Sebagai Media Peresapan Air Hujan Dalam Upaya Pengelolaan Sumberdaya Air, Makalah disajikan dalam Konferensi Nasional Pusat Studi Lingkungan BKPSL, Tanggal 22-24 Oktober 1996 di Denpasar Bali.

CURRICULUM VITAE

I. IDENTITAS

1. Nama : Prof. Dr. Sugeng Utaya, M.Si
2 NIP : 196102141988031001
3 Tempat/Tanggal Lahir : Yogyakarta/14 Februari 1961
4 Jenis Kelamin : Laki-laki
5 Agama : Islam
6 Pangkat/Golongan : Pembina Utama Muda / IV-C
7 Jabatan Fungsional : Guru Besar
8 Unit Kerja : Jurusan Geografi FIS UM

II. Riwayat Pendidikan

NO PENDIDIKAN NAMA SEKOLAH TAHUN LULUS
1.

2.

3.

4.

5.

6.

Sekolah Dasar (SD)

Sekolah Menengah Pertama

(SMP)

Sekolah Menengah Atas (SMA)

Strata 1 (S-1)

Strata 2 (S-2)

Strata 3 (S-3)

SD Pakualaman I Yogyakarta

SMP BOPKRI IX Yogyakarta

SMA Negeri 6 Yogyakarta

Fakultas Geografi UGM Yogyakarta

Program Studi Ilmu Lingkungan, PPS UGM Yogyakarta.

Program Doktor Ilmu Pertanian, Minat Studi Sumberdaya Alam dan Lingkungan, PPS Unibraw Malang.

1975

1978

1981

1986

1993

2008

III. Riwayat Pendidikan Tambahan

NO PENDIDIKAN LEMBAGA PENYELENGGARA TAHUN
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Pengelolaan DPS Terpadu

Diklat Pengelolaan Jurnal Ilmiah

Pre-Departure English Training Course (PDETC)

Professional Management Training

Water Polution Control

Kursus Penyusunan Dokumen UKL dan UPL

Technical and Professional Training on Environmenttal Assessment

BPPT dan Perum Jasa Tirta I

Universitas Negeri Malang

PGSM dan PPS UM

Dale Carnegie Training Swedia dan Pemkab Malang

Murdoch University dan Unmer Malang

Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) UGM Yogyakarta

Badan Standarisasi Nasional (BSN) dan Masyarakat Standariasasi Nasional (Mastan).

1996

1997

1997

2005

2006

2007

2010

IV. Riwayat Pekerjaan

1. Riwayat Kepangkatan Golongan Ruang Penggajian

    TMT Pangkat Jabatan Golongan
    01/02/1988 CPNS III-A
    01/04/1989 Penata Muda Ass. Ahli Madya III-A
    01/04/1991 Penata Muda Tk I Ass. Ahli III-B
    01/04/1994 Penata Lektor III-C
    01/10/1996 Penata Tk I Lektor III-D
    01/04/1999 Pembina Lektor Kepala IV-A
    01/10/2002 Pembina Tk I Lektor Kepala IV-B
    30/11/2009 Pembina Utama Muda Guru Besar IV-C

    2. Riwayat Jabatan Struktural

      No Jabatan Waktu Institusi
      1 Sekretaris Jurusan Geografi 1996 s/d 1999 FPIPS IKIP Malang
      2 Ketua Jurusan Geografi 1999 s/d 2003 FMIPA UM
      3. Plt. Kapus PPLH Lemit 2010 s/d sekarang Lemlit UM

      IV. Kegiatan Ilmiah dan Karya Ilmiah

      A. Pelatihan/Seminar/Lokakarya

      1. Sebagai Nara Sumber

      1. Deteksi Dini Adanya Pencemaran (Pelatihan Kader Lingkungan. Forum Silaturahmi Sarjana NU, Di Ponpes An-Nur Bululawang Malang, Tanggal 7 September 1997).
      2. Sumberdaya Air Ditinjau Dari Mata Pelajaran Geografi SMA (Pelatihan Peningkatan Kepedulian Sekolah Terhadap Sumberdaya Air Sungai Kerjasama PPLH UM dengan PJT I Tahun 1997).
      3. Problematika Lingkungan Perairan (Diskusi Panel dan Lokakarya PLH Tingkat Regional Jawa Timur, Kerjasama PPLH UM dengan Hanns Seidel Foundation, di UM Malang Tanggal 20-21 Oktober 1998).
      4. Implementasi Program Resettlement dan Peremajaan Kawasan Kutobedah (Workshop Staf Pegawai Se-Kecamatan Kedungkandang, Kodya Malang, Tanggal 30 Juni 1999).
      5. Identifikasi Masalah Kurikulum Geografi SD (Workshop Kerjasama Dikdasmen dan IGI Pusat, tahun 2001).
      6. Pencemaran Air Sungai Brantas Dan Upaya Penanggulangan Pencemaran (Seminar Nasional Eko-Hidraulik di Fakultas Teknik UGM Yogyakarta, Tanggal 28-29 Maret 2001).
      7. Otonomi Pengelolaan Sumberdaya Air Wilayah Di Era Otonomi Daerah (Seminar Nasional Ikatan Geografi Indonesia (IGI) di FMIPA UM, Tanggal 23-24 Oktober 2001).
      8. Bangunan Peresap Sebagai Sarana Drainase Berwawasan Lingkungan (Pelatihan Program Masyarakat Peduli Air, Kerjasama Departemen KIMPRASWIL dengan Perum Jasa Tirta I, Di Malang Tanggal 26 Maret 2002).
      9. Prospek Jurusan Geografi Pasca Kepindahan dari FPIPS ke FMIPA (Seminar Nasional IGI di UNES Semarang Tahun 2002).
      10. Kurikulum Geografi dalam KBK (Seminar Regional di UNESA Surabaya Tahun 2002).
      11. Water Pollution of Brantas River and Pollution Solution Effort Through Formal Education of Senior High School (Seminar Nasional Kerjasama JICA dengan FMIPA UM, Di Malang , tanggal 5 Agustus 2002)
      12. Pemberdayaan Potensi Sumberdaya Wilayah Dalam Meningkatkan Kemandirian Bangsa (Seminar Nasional IGI di Bandung, Tanggal 29 Oktober 2002).
      13. Konservasi Sumberdaya Air (Pelatihan Peningkatan Kepedulian Sekolah Dasar di Kawasan Bendungan Sengguruh Terhadap Sumberdaya Air, Di Waduk Sengguruh, Tanggal 29 Juni 2002).
      14. Pengelolaan Lingkungan Perairan (Workshop di Universitas Petra Surabaya, 2003).
      15. Pengelolaan Sumberdaya Air Melalui Pendidikan (Seminar Regional Jawa Timur Kerjasama OLH, Jasa Tirta, dan Hans Siiedel Foundation, 2004).
      16. Peningkatan Kepedulian Sekolah Terhadap Sumberdaya Air di DPS Kali Brantas (Semlok Guru SMA dan SMP Se-Indonesia di Selorejo, tahun 2005).
      17. Melacak Sumber Pencemar Pada Pencemaran Waduk Karang Kates (Workshop yang diselenggarkan Komnas LH dan Dinas LH Kabupaten Malang, 2005).
      18. Pengelolaan Lingkungan Perairan (Seminar Nasional Pada Pertemuan Ilmiah Tahunan di Universitas Indonesia Jakarta, 2006).
      19. Dampak Pembangunan Pada Lahan dan Tanah (Pelatihan AMDAL untuk Pejabat BAPPEDALDA Provinsi Papua, Tahun 2007).
      20. Pengelolaan Lahan dan Tata Guna Lahan (Pelatihan AMDAL untuk Pejabat BAPPEDALDA Provinsi Papua, Tahun 2008).
      21. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) (Pelatihan AMDAL untuk Pejabat BAPPEDALDA Provinsi Papua, Tahun 2008).
      22. Global Worming (Ceramah Umum di SMA Negeri Pagak Kabupaten Malang, 2008).
      23. Pemetaan Isoterm Untuk Penentuan Prioritas Penghijauan Kota (Seminar Nasional IGI di Padang Tahun 2008).
      24. Produksi Bersih, Tantangan Pembangunan Industri Masa Depan (Dinas Lingkungan Hidup dan Asosiasi Industriawan Kota Probolinggo, Tahun 2008).
      25. Pendidikan Untuk Pembangunan Berkelanjutan (Pelatihan Guru Non Formal di P4TK Malang, Tahun 2009).
      26. Penginderaan Jauh (Pelatihan dan Penyegaran Materi Ajar Bidang Studi Geografi oleh MGMP Kabupaten Malang, 2009).
      27. Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan dan Integrasinya Dalam Mata Pelajaran (Seminar Daerah yang diselenggrakan oleh Bandan Lingkungan Hidup Kabupaten Jombang, 2010).
      28. Pengembangan Program Payung Penelitian Pendidikan Lingkungan Hidup (Jejaring PSL Se-Jawa Timur, 2010).
      29. Pengembangan Perangkat Pembelajaran PLH SMA Se-DPS Brantas (PPLH-JKPKA-Jasa Tirta I, 2010).
      30. Optomalisasi Resapan Air Dengan Pengelolaan Penggunaan Lahan di Kota Malang (Seminar Nasional di Universitas Riau, 2010).
      31. Penatar pada Matatatar Hidrologi (Pada Diklat Guru SMP dan SMA Se-Indonesia di P3G/P4TK dari tahun 1989 s.d. 2009).

      2. Sebagai Peserta

      1. Pelatihan Pengelolaan Daerah Pengaliran Sungai (DPS) Terpadu (Kerjasama BPPT, PJT, dan HSF), di Perum Jasa Tirta I Malang, Tanggal 3-6 Desember 1996).
      2. Seminar Nasional Strategi Pengembangan Wilayah Dalam Mencapai Pembangunan Berkelanjutan ( Di Fakultas Geografi UGM, Tanggal 1 September 1996).
      3. Seminar Pendidikan Lingkungan Hidup (Kerjasama Univ. Terbuka Dengan Hanns Seidel Foundation, Di Jakarta Tanggal 5 Maret 1999).
      4. Konferensi Nasional XIII Pusat Studi Lingkungan (Kerjasama BK-PSL dengan Univ. Udayana, Di Denpasar Bali, Tanggal 22-24 Oktober 1996).
      5. Seminar Nasional: Pengelolaan Ekosistem Pantai Dan Pulau-Pulau Kecil Dalam Konteks Negara Kepulauan (Di Fakultas Geografi UGM, Tanggal 2 September 2000).
      6. Seminar dan Lokakarya Nasional: Kontribusi Geografi Dalam Pengembangan Wilayah Dan Daya Dukung Lingkungan (Di Universitas Negeri Semarang, Tanggal 21-22 November 2000).
      7. Seminar Regional: Pengelolaan dan Pengendalian Kemampuan Daya Dukung Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Di Daerah Dalam Otonomi Daerah (Di Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Tanggal 25 Februari 2002).
      8. Seminar Nasional: Sosialisasi SIG Dalam Pengembangan Wilayah (Di Univ. Negeri Malang, Tanggal 25 September 1997).
      9. Seminar Nasional: Kreativitas dan Kecakapan Hidup (Di Univ. Negeri Yogyakarta, Tanggal 10 Juni 2002).
      10. Seminar dan Lokakarya Nasional: MIPA Net V (Di Univ. Negeri Jakarta, Tanggal 2-3 September 2002).
      11. Seminar Nasional: Konsep dan Analisis Spasiotemporal Untuk Pemba-ngunan Berkelanjutan (Di Fakultas Geografi UGM, Tanggal 10 Oktober 1998).
      12. Seminar Nasional: “Exchange Experience” Pembelajaran MIPA Pendidikan Dasar-Menengah Dalam Era Otonomi Daerah (Di FMIPA UM Tanggal 10 November 2001).
      13. Pelatihan Penggunaan Astronomical Telescope dan CCD Camera (Di FMIPA UM, Tanggal 16-17 Juni 2001).
      14. Semlok Nasional: Pemanfaatan Data Meteorlogi, Klimatologi, dan Geodfisika Untuk Kepentingan Keilmuan dan Kebencanaan (Diselenggarakan oleh BMKG-Dikti, 5-6 Agustus 2009).
      15. Seminar Nasional dan Konverensi PSL Se-Indonesia (oleh BKPSL di Universitas Riau, 2010).
      16. Seminar Nasional Peranan Pendidikan Geografi Dalam Pembangunan Wilayah dan Mitigasi Bencana (Pertemuan Ilmuah Tahunan Ikatan Geograf Indonesia di Surabaya, 2010).

      B. Penelitian

      1. 1. Pola Konsumsi Air Minum Untuk Penduduk Di Kotamadya Malang (Dana DIK IKIP Malang, tahun 1990).
      2. 2. Pemetaan Sebaran Material Letusan Gunung Kelud Tahun 1990 di Kota dan Kabupaten Blitar ( Dana DIK IKIP Malang, 1990).
      3. 3. Pengaruh Pengeringan Rawa Bening dan Gesikan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk Tulungagung (Dana DIK IKIP Malang, 1991).
      4. 4. Potensi Hidrologi Airtanah Dangkal di Kotamadya Malang (Dana DIK IKIP Malang, tahun 1992).
      5. 5. Pengaruh Faktor Lingkungan Sosial, Ekonomi, Budaya Terhadap Konsumsi Air Minum Untuk Kepentingan Rumah Tangga di Kota Malang (Dana DP3M Dikti, 1993).
      6. 6. Pemetaan Temperatur Udara (Pulau Bahang) Di Kotamadya Malang (Dana DP3M Dikti, Tahun 1994).
      7. 7. Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik dan Aktivitas Sanitasi Penduduk Terhadap Kualitas Airtanah Bebas Di Kotamadya Malang (Dana DP3M Dikti, tahun 1995).
      8. 8. Pemetaan Pulau Bahang di Kota Malang (Dana DP3M Dikti, tahun 1996).
      9. 9. Pemetaan Zone Geohidrologi Kotamadya Surabaya (Kerjasama Departemen Pertambangan, tahun 1997).
      10. 10. Kualitas Lingkungan Permukiman Daerah Kantong Kemiskinan di Jawa Timur (Dana DP3M Dikti, tahun 1997).
      11. 11. Peningkatan Kepedulian Sekolah Terhadap Sumberdaya Air Di DPS Kali Brantas (Kerjasama dengan Perum Jasa Tirta, tahun 1999).
      12. 12. Studi Tentang Penataan Kawasan Kumuh Kuto Bedah Kotamadya Malang (Kerjasama dengan Pemda Kodya Malang, tahun 1999).
      13. 13. Agihan Kualitas Air Sungai Brantas Dalam Hubungannya Dengan Aktivitas Penduduk Bantaran Sungai Di Kota Malang (Dana BBI Diknas, Tahun 2003).
      14. 14. Pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap sifat biofisik tanah dan kapasitas infiltrasi di Kota Malang (Penelitian Mandiri, 2008).
      15. 15. Perubahan tata guna lahan dan resapan air di kota: ”Optimalisasi resapan air dalam pengelolaan lahan Kota Malang” (Penelitian Mandiri, 2008).
      16. 16. Pemetaan Daerah Rawan Bencana Banjir di Kabupaten Gresik (Kerjasama dengan Pemda Kabupaten Gresik, tahun 2008).
      17. 17. Optimasi Penggunaan Lahan Untuk Pengendalian Keseimbangan Air Tanah di Kota Malang (Penelitian Hibah Strategis Nasional, 2009).
      18. 18. Implementasi Pendidikan Lingkungan Hidup Pada Sekolah Dasar Di Kota Malang (Dana Dipa, 2010).

      C. Hasil Penerbitan

      1. Buku/Modul

      No Judul Buku Penerbit Tahun
      1. Modul Pendidikan Lingkungan Hidup Untuk Sekolah Dasar, Jilid 3 Pradnya Paramita 1997
      2. Modul Pendidikan Lingkungan Hidup Untuk Sekolah Dasar, Jilid 5 Pradnya Paramita 1997
      3. Modul Pendidikan Lingkungan Hidup Untuk Sekolah Dasar, Jilid 6 Pradnya Paramita 1997
      4. Diktat Pengantar Hidrologi Tidak Diterbitkan 2003
      5. Diktat Hidrologi Terapan Tidak diterbitkan 2004
      6. Pengelolaan Sumberdaya Air Perum Jasa Tirta I 2000
      7. Dampak Hidrologi Perubahan Tata Guna Lahan Kota Malang Surya Gemilang 2008
      8. Pendidikan Lingkungan Hidup Untuk SD Kelas 1 Biro Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Timur 2009
      9. Pendidikan Lingkungan Hidup Untuk SD Kelas 2 Biro Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Timur 2009
      10. Pendidikan Lingkungan Hidup Untuk SD Kelas 6 Biro Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Timur 2009

      2. Jurnal

      No Judul Artikel Nama Jurnal Tahun
      1. Pola Konsumsi Air Minum Di Kota Malang Jurnal FPIPS IKIP Malang 1994
      2. Potensi Hidrologi Pulau Jawa Jurnal FPIPS IKIP Malang 1995
      3. Pencemaran Udara Di Kota Dan Efeknya Pada Kesehatan Manusia Jurnal Pendidikan Geografi 1996
      4. Agihan Temperatur Udara di Kotamadya Malang Jurnal Pendidikan Geografi 1996
      5. Danau Sebagai Areal Budadaya Ikan Air Tawar Jurnal Pendidikan Geografi 1997
      6. Tata Ruang Dan Keserasian Ekologis Kota Jurnal Pendidikan Geografi 198
      7. Pengaruh Kondisi Fisik Lingkungan Dan Aktivitas Sanitasi Penduduk Terhadap Kualitas Airtanah Bebas Di Kotamadya Malang Jurnal Pendidikan Geografi 2001
      8. Kualitas Lingkungan Permukiman Daerah Miskin di Jawa Timur Jurnal IPS 2003
      9. Sekolah Hijau (Greening School) Buletin Dikdasmen 2004
      10. Limpasan Permukaan Sebagai Pemicu Degradasi Lahan Jurnal Pendidikan Geografi 2005
      11. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan dan Sifat Biofisik Tanah Terhadap Kapasitas Infiltrasi di Kota Malang Jurnal Forum Geografi-UMS 2009
      1. V. Riwayat Tambahan
      No Jabatan/Kegiatan Lembaga Tahun
      1. Tim Pengembang Instrumen Seleksi Sertifikasi Guru Nasional Direktorat Ketenagaan Dirjen Dikti 2006
      2. Tim Pengembang Kisi-kisi dan Soal Geografi Puspendik PMPTK 2004 s/d 2008
      3. Tim Studi Banding Ke Kyoto University PPLH-LEMLIT UM dan BKPSL 2010
      4. Ketua Ikatan Geografi (IGI) Wilayah Jawa Timur IGI 2002 s.d. sekarang
      5. Wakil Ketua Dewan Lingkungan Hidup Kabupaten Malang Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang 2004 s.d. sekarang
      6. Ketua Penyunting Jurnal Pendidikan Geografi Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial 1996 s.d. 2001
      7. Tim Penyunting Jurnal MIPA dan Pembelajarannya Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 2007 s.d. 2009
      8. Tim Penyunting Jurnal Studi Sosial dan Humaniora Lemlit UM 2008 s.d. sekarang
      9. Tim Pengembang PPLH Lemlit UM PPLH Lemlit UM 2009
      10. Program Peningkatan Kualitas Guru SD, Pemberdayaan Seribu Guru (TEQIP) UM 2009
      11. Tim Panitia Sertifikasi Dosen PSD UM 2009
      1. VI. Penghargaan
      2. Dosen Teladan I Tingkat Fakultas FPIPS Tahun 1998.
      3. Dosen Teladan II Tingkat Institut IKIP Malang Tahun 1998.

      Peran Geografi dan LPTK dalam memberi solusi

      Pengembangan Model Perangkat Pembelajaran dan Bahan Ajar Membaca Cerita Anak Terjemahan untuk Mengembangkan Kecerdasan Intrapersonal Siswa SMP kelas VII

      Yusetisa Yusetisa

      Abstrak

      Penemuan teori kecerdasan ganda oleh Howard Gardner membuka peluang munculnya berbagai inovasi di bidang pendidikan. Pandangan kecerdasan multifaset ini menawarkan suatu gambaran yang lebih kaya tentang kemampuan dan potensi keberhasilan seorang anak daripada Inteliigence Quotient (IQ) yang baku. Gardner (dalam Armstrong, 2002:19—23) mendaftar sedikitnya delapan macam kecerdasan yang dimiliki oleh setiap individu dengan kombinasi yang berbeda. Kecerdasan emosi sebagai bagian dari kecerdasan ganda mempunyai peran yang penting bagi kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari, kecerdasan emosi memegang lebih banyak peranan. Salah satu jenis kecerdasan emosi yang dikemukakan oleh Goleman adalah kecerdasan intrapersonal. Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan yang korelatif, tetapi terarah pada diri sendiri (Goleman, 2005:52).

      Beberapa sekolah sudah mencoba menggabungkan kegiatan pembelajaran dengan pengembangan kecerdasan ganda. Dengan penggabungan ini kegiatan pembelajaran tidak hanya menjadi lebih menarik, tetapi siswa juga bisa mendapatkan manfaat praktis yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan pembelajaran di sekolah sangat dekat dengan buku ajar atau bahan ajar. Buku ajar memiliki peran penting yaitu sebagai media yang digunakan oleh siswa untuk menyerap ilmu. Hernowo (2006) menyatakan sebuah buku akan membantu menyalakan otak seorang siswa apabila buku tersebut benar-benar dapat membuatnya senang dan nyaman. Selain buku, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) juga menjadi salah satu aset penting terciptanya kegiatan pembelajaran yang menarik. RPP dan buku ajar yang menarik memungkinkan siswa lebih mudah menyerap ilmu. Sayangnya, selama ini baik dari pihak penyusun buku maupun pengajar masih kurang mampu menciptakan kegiatan pembelajaran yang menarik. Hal inilah yang menjadi landasan bagi peneliti untuk melakukan penelitian ini.

      Masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah model perangkat pembelajaran membaca cerita anak terjemahan untuk mengembangkan kecerdasan intrapersonal siswa SMP kelas VII?” Masalah tersebut dapat dirinci dalam dua masalah khusus berikut ini. (1) Bagaimanakah model rencana pembelajaran membaca cerita anak terjemahan untuk mengembangkan kecerdasan intrapersonal siswa SMP kelas VII? (2) Bagaimanakah model bahan ajar membaca cerita anak terjemahan untuk mengembangkan kecerdasan intrapersonal siswa SMP kelas VII?

      Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengembangkan perngkat pembelajaran membaca cerita anak terjemahan untuk mengembangkan kecerdasan intrapersonal siswa SMP kelas VII. Tujuan khusus penelitan ini adalah (1) mengembangkan model rencana pelaksanaan pembelajaran membaca cerita anak terjemahan untuk mengembangkan kecerdasan intrapersonal siswa SMP kelas VII, dan (2) mengembangkan model bahan ajar membaca cerita anak terjemahan untuk mengembangkan kecerdasan intrapersonal siswa SMP kelas VII.

      Penelitian pengembangan ini menggunakan model rancangan sistem pembelajaran yang diadaptasi dari Dick and Carrey. Model pengembangan instruksional yang dikemukakan Dick and Carrey berorientasi pada tujuan pembelajaran (Munandir, 1987:3). Model pengembangan yang digunakan pada penelitian ini ditujukan untuk pengembangan produk berupa perangkat pembelajaran. Prosedur pengembangan produk meliputi empat tahap yaitu tahap persiapan, tahap pengembangan produk, tahap uji coba produk, dan tahap revisi. Setiap produk yang dihasilkan mengalami tiga kali proses perubahan yaitu praproduk, produk semi jadi, dan produk jadi.

      Hasil dari RPP yang dikembangkan memiliki komponen-komponen sebagai berikut: (1) identitas RPP; (2) ranah kompetensi (paparan kompetensi dasar aspek, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator); (3) materi; (4) skenario pembelajaran; (5) media dan sumber belajar; dan (6) penilaian. Kekhasan dari RPP yang dikembangkan adalah penggunaan sumber bahan berupa teks cerita anak terjemahan yang dapat mengembangkan kecerdasan intrapersonal. Selain itu, skenario pembelajaran yang digunakan juga memungkinkan siswa untuk mendapatkan pengalaman belajar yang menarik, menantang dan menyenangkan. Skenario pembelajaran diwujudkan dengan seperangkat permainan petualangan untuk menemukan kunci kotak harta karun.

      Dalam prose pembelajaran bahan ajar dicapai melalui aktivitas pembelajaran yang disusun dalam skenario pembelajaran. Bahan ajar yang dikembangkan berupa seperangkat permainan petualangan untuk menggali kemampuan membaca cerita anak terjemahan sekaligus mengembangkan kecerdasan intrapersonal. Komponen-komponen dari bahan ajar yang dikembangkan yaitu: pendahuluan, isi, dan penutup. Pendahuluan berisi sampul, gambaran isi bahan ajar, paparan indikator, alat-alat petualang, daftar isi, dan peta petualangan. Isi berisi cerita pengantar, teks cerita anak terjemahan, latihan, evaluasi, refleksi, dan cerita penutup. Penutup berisi gambar kunci kotak harta, lembar kunci jawaban, harta karun, dan tugas lanjutan.

      Saran-saran yang dapat dikemukakan penulis setelah melaksanakan penelitian ini ditujukan untuk guru, penyusun kurikulum, dan penyusun buku ajar. Guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia agar menciptakan kegiatan pembelajaran yang menarik dengan memperhatikan keberagaman siswa untuk mencapai hasil yang maksimal. Penyusun kurikulum mempertimbangkan pengembangan multiple intelligence, khususnya kecerdasan intrapersonal dalam penyusunan kurikulum. Penyusun buku ajar lebih memperhatikan aspek pengembangan multiple intelligence dalam penyusunan buku ajar. Pengembangan multiple intelligence yang terintegrasi dengan kegiatan pembelajaran membuat siswa dapat memetik manfaat yang dapat diterapkan langsung dalam kehidupan sehari-hari

      Yang teacher have overview of subject but no ideas how to provide them for students. He select from pedagogical templates Dick and Carry model. He adds in model information about Goals, Content analysis, Students analysis, Objectives, Chose strategies but learning materials he search and drag from Toolbox. After first course he also input some information about evaluation.